Pendidikan di Indonesia terus berupaya meningkatkan kualitasnya, salah satunya melalui penerapan Kurikulum Merdeka yang menekankan pada pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS). HOTS bukan sekadar hafalan, melainkan kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Dalam mata pelajaran Fikih, penerapan HOTS menjadi krusial agar siswa tidak hanya memahami teks-teks keagamaan secara literal, tetapi mampu mengintegrasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan merespons berbagai problematika kontemporer.
Artikel ini akan menyajikan beberapa contoh soal HOTS Fikih untuk Kelas 11 Semester 1, lengkap dengan analisis mendalam dan kunci jawaban. Tujuannya adalah memberikan gambaran kepada siswa, guru, dan orang tua mengenai bentuk-bentuk soal HOTS dalam Fikih, serta bagaimana cara menyelesaikannya.
Apa Itu Soal HOTS dalam Fikih?
Soal HOTS dalam Fikih dirancang untuk menguji kemampuan siswa dalam:
- Menganalisis (Analyzing): Memecah informasi menjadi bagian-bagian kecil, mengidentifikasi hubungan antar bagian, dan memahami struktur serta pola. Dalam Fikih, ini bisa berarti menganalisis dalil, membandingkan pendapat ulama, atau menguraikan hikmah suatu ibadah.
- Mengevaluasi (Evaluating): Menilai atau memberikan penilaian terhadap ide, informasi, atau solusi berdasarkan kriteria tertentu. Dalam Fikih, ini bisa berarti menimbang keabsahan suatu argumen, menentukan prioritas dalam masalah fikih, atau mengkritisi praktik keagamaan yang menyimpang.
- Menciptakan (Creating): Menggabungkan elemen-elemen untuk membentuk sesuatu yang baru, menghasilkan ide-ide orisinal, atau merumuskan solusi inovatif. Dalam Fikih, ini bisa berarti merumuskan fatwa dalam kasus baru, menciptakan strategi dakwah yang relevan, atau mengadaptasi pemahaman fikih dalam konteks modern.
Soal HOTS seringkali disajikan dalam bentuk skenario, studi kasus, atau pertanyaan yang memerlukan penalaran mendalam, bukan sekadar pilihan ganda dengan jawaban tunggal yang mudah ditebak.
Materi Fikih Kelas 11 Semester 1 yang Relevan untuk Soal HOTS
Pada semester 1 Kelas 11, materi Fikih umumnya mencakup topik-topik penting seperti:
- Fiqh Muamalah: Hukum-hukum yang mengatur hubungan antar manusia dalam aspek ekonomi, seperti jual beli, utang piutang, sewa-menyewa, bagi hasil, dan lain sebagainya.
- Fiqh Munakahat: Hukum-hukum yang berkaitan dengan pernikahan, termasuk rukun nikah, syarat sah nikah, mahar, hak dan kewajiban suami istri, talak, dan rujuk.
- Fiqh Jinayat: Hukum-hukum yang mengatur tindak pidana dalam Islam, seperti pembunuhan, penganiayaan, dan pencurian, serta sanksinya.
- Fiqh Akhlak: Etika dan moralitas dalam Islam, yang mencakup akhlak terhadap Allah, diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
Topik-topik inilah yang akan kita jadikan dasar dalam penyusunan soal HOTS.
Contoh Soal HOTS Fikih Kelas 11 Semester 1
Soal 1 (Tingkat Analisis & Evaluasi – Fiqh Muamalah)
Seorang pengusaha muda bernama Amir mendirikan sebuah startup teknologi finansial (fintech) yang menawarkan layanan pinjaman berbasis peer-to-peer lending. Konsepnya adalah mempertemukan pemberi pinjaman (investor) dengan peminjam yang membutuhkan modal usaha. Investor akan mendapatkan imbal hasil dari modal yang dipinjamkan, sementara peminjam membayar sejumlah biaya administrasi dan bunga. Amir merasa yakin bahwa inovasi ini dapat membantu UMKM yang kesulitan mendapatkan akses permodalan dari bank konvensional. Namun, beberapa ulama berpendapat bahwa praktik ini menyerupai riba dan berpotensi menimbulkan ketidakadilan jika tidak diatur dengan baik.
Pertanyaan:
Berdasarkan prinsip-prinsip Fiqh Muamalah yang telah Anda pelajari, analisis potensi masalah syar’i yang mungkin timbul dari praktik peer-to-peer lending tersebut. Kemudian, evaluasilah apakah konsep peer-to-peer lending dapat dikembangkan menjadi instrumen keuangan yang sah secara syariah dengan memberikan minimal dua saran konkret yang dapat diterapkan oleh Amir untuk memastikan keberkahan usahanya.
Analisis Soal:
Soal ini menguji kemampuan siswa untuk:
- Menganalisis: Memecah konsep peer-to-peer lending dan mengidentifikasi elemen-elemennya yang berpotensi bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, khususnya terkait riba dan keadilan dalam transaksi.
- Mengevaluasi: Menilai validitas argumen ulama dan potensi keberkahan usaha Amir.
- Menciptakan (implisit): Merumuskan saran konkret untuk menjadikan praktik tersebut sesuai syariah.
Pembahasan dan Kunci Jawaban:
-
Analisis Potensi Masalah Syar’i:
- Potensi Riba: Imbal hasil yang diterima investor dari modal yang dipinjamkan, jika dihitung berdasarkan persentase tetap dari jumlah pokok pinjaman tanpa memperhitungkan risiko riil atau nilai aset yang dihasilkan, dapat dikategorikan sebagai riba. Konsep dasar syariah adalah keuntungan harus diperoleh dari aktivitas ekonomi yang produktif dan berbagi risiko, bukan dari penambahan pokok utang.
- Ketidakjelasan Akad: Akad antara investor dan peminjam harus jelas. Apakah ini murni pinjaman dengan bunga, bagi hasil, atau bentuk investasi lain? Ketidakjelasan akad bisa menimbulkan gharar (ketidakpastian berlebihan) yang dilarang.
- Risiko Gagal Bayar: Bagaimana penanganan jika peminjam gagal bayar? Apakah ada mekanisme yang adil dan sesuai syariah untuk melindungi investor tanpa mengeksploitasi peminjam yang kesulitan?
- Ketidakadilan: Jika bunga yang dibebankan terlalu tinggi atau biaya administrasi tidak transparan, ini bisa merugikan peminjam dan menciptakan ketidakadilan, yang bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam.
- Gharar dalam Imbal Hasil: Jika imbal hasil investor tidak didasarkan pada keuntungan riil dari usaha peminjam, melainkan hanya dari penambahan pokok pinjaman, ini merupakan unsur gharar dan potensi riba.
-
Evaluasi dan Saran Konkret:
- Evaluasi: Konsep peer-to-peer lending itu sendiri tidak serta merta haram. Inovasi dalam teknologi finansial bisa menjadi sarana yang baik untuk menggerakkan ekonomi. Namun, penerapannya harus sangat berhati-hati agar tidak melanggar prinsip-prinsip syariah. Ulama yang berpendapat adanya potensi riba benar dalam konteks aplikasi yang tidak sesuai syariah.
- Saran Konkret:
- Mengubah Skema Imbal Hasil Menjadi Skema Bagi Hasil (Musyarakah/Mudharabah): Daripada menetapkan bunga tetap, platform fintech dapat menerapkan skema bagi hasil yang riil. Investor menjadi mitra (musyarakah) atau menyertakan modal untuk dikelola peminjam (mudharabah). Imbal hasil investor berasal dari keuntungan bersih usaha peminjam, dan jika usaha merugi, investor juga ikut menanggung kerugian (sesuai proporsi modal/kontribusi). Ini menghilangkan unsur bunga dan menciptakan berbagi risiko yang sah.
- Transparansi Akad dan Biaya: Semua ketentuan akad, termasuk skema bagi hasil, pembagian keuntungan, biaya administrasi, dan mekanisme penanganan gagal bayar, harus dijelaskan secara transparan dan mudah dipahami oleh kedua belah pihak. Biaya administrasi harus proporsional dan tidak menjadi modus untuk mengambil keuntungan berlebih.
- Mekanisme Penyelesaian Sengketa yang Adil: Harus ada mekanisme penyelesaian sengketa yang adil dan syar’i jika terjadi perselisihan antara investor dan peminjam.
- Verifikasi Usaha Peminjam: Platform dapat melakukan verifikasi yang ketat terhadap kelayakan usaha peminjam dan proyek yang akan dibiayai untuk meminimalkan risiko gagal bayar dan memastikan dana digunakan untuk kegiatan ekonomi yang produktif.
- Fatwa Konsultatif: Sebelum meluncurkan secara masif, Amir sebaiknya berkonsultasi dengan lembaga keuangan syariah yang kredibel atau para ulama ahli fikih muamalah untuk mendapatkan panduan dan fatwa terkait skema yang akan diterapkan.
Soal 2 (Tingkat Analisis & Penciptaan – Fiqh Munakahat)
Di era digital ini, banyak pasangan yang memutuskan untuk melangsungkan akad nikah secara daring (online) karena berbagai kendala, seperti jarak geografis, keterbatasan mobilitas akibat pandemi, atau demi efisiensi. Prosesnya biasanya melibatkan saksi yang juga terhubung secara virtual, ijab kabul yang diucapkan melalui konferensi video, dan dokumen yang ditandatangani secara digital. Muncul perdebatan mengenai keabsahan akad nikah yang dilakukan secara daring ini.
Pertanyaan:
Berdasarkan kaidah-kaidah Fiqh Munakahat mengenai rukun dan syarat sah nikah, analisis mengapa akad nikah daring menimbulkan perdebatan. Kemudian, rumuskanlah kriteria minimal yang harus dipenuhi agar akad nikah daring dapat dianggap sah menurut syariat Islam, serta jelaskan bagaimana kriteria tersebut menjawab potensi masalah yang muncul dari pelaksanaannya.
Analisis Soal:
Soal ini menguji kemampuan siswa untuk:
- Menganalisis: Menguraikan unsur-unsur akad nikah daring dan membandingkannya dengan rukun serta syarat sah nikah yang konvensional, serta mengidentifikasi titik-titik perdebatan.
- Menciptakan: Merumuskan kriteria baru atau adaptasi dari kriteria yang ada untuk menilai keabsahan akad nikah daring.
Pembahasan dan Kunci Jawaban:
-
Analisis Perdebatan Akad Nikah Daring:
Perdebatan utama muncul dari perbedaan cara penyampaian dan penerimaan sighat (ungkapan ijab dan qabul) serta kehadiran saksi.- Kehadiran Saksi: Salah satu syarat sah nikah adalah adanya dua orang saksi laki-laki yang adil. Dalam akad daring, saksi hadir secara virtual. Pertanyaannya, apakah kehadiran visual dan audio melalui layar benar-benar memenuhi syarat "menyaksikan" secara langsung dan utuh seperti kehadiran fisik? Apakah ada potensi gangguan teknis yang membuat salah satu pihak tidak mendengar atau melihat dengan jelas?
- Kejelasan Ijab dan Qabul (Sighat): Ijab dan qabul harus jelas, tegas, dan tidak diselingi sesuatu yang memutus makna. Dalam akad daring, ada risiko gangguan sinyal, suara yang terputus, atau ketidakjelasan dialek, yang bisa meragukan kejelasan sighat.
- Identitas Para Pihak: Dalam pertemuan fisik, identitas calon mempelai dan saksi lebih mudah diverifikasi secara langsung. Secara daring, ada potensi pemalsuan identitas jika tidak ada mekanisme verifikasi yang kuat.
- Ketetapan dan Keinginan (Jazm dan Ridha): Adanya gangguan teknis atau ketidakjelasan komunikasi secara daring dapat menimbulkan keraguan apakah ada unsur paksaan atau ketidakrelaan yang tersembunyi.
-
Kriteria Minimal Keabsahan Akad Nikah Daring:
Agar akad nikah daring dianggap sah, kriteria berikut harus dipenuhi:- Kehadiran Saksi yang Mampu Menyaksikan dan Mendengar dengan Jelas:
- Minimal dua orang saksi laki-laki yang adil, yang secara fisik hadir di lokasi salah satu mempelai atau di lokasi terpisah namun terhubung dalam satu forum daring yang sama.
- Saksi harus benar-benar dapat melihat wajah kedua mempelai dan mendengar dengan jelas seluruh ungkapan ijab dan qabul tanpa terputus. Kualitas audio dan visual harus prima.
- Saksi harus menyatakan secara tegas bahwa mereka menyaksikan akad tersebut dan merasa yakin dengan identitas para pihak serta kejelasan ungkapan.
- Kejelasan dan Ketegasan Sighat Ijab dan Qabul:
- Ungkapan ijab dari wali nikah (atau mempelai pria jika menikahkan diri sendiri) dan qabul dari mempelai pria harus diucapkan secara jelas, tegas, dan berurutan tanpa ada jeda yang meragukan.
- Tidak boleh ada gangguan teknis yang signifikan yang menyebabkan sebagian dari ijab atau qabul tidak terdengar atau tidak terlihat oleh pihak-pihak yang berkepentingan (terutama saksi).
- Verifikasi Identitas yang Kuat:
- Sebelum akad, harus ada proses verifikasi identitas yang memadai untuk calon mempelai, wali nikah, dan saksi. Ini bisa melalui unggahan dokumen identitas resmi yang valid, video call terpisah untuk konfirmasi, atau mekanisme lain yang disepakati.
- Kesepakatan dan Kerelaan yang Terpenuhi:
- Dalam forum daring, harus ada upaya ekstra untuk memastikan kerelaan kedua belah pihak. Ini bisa melalui sesi video call terpisah sebelum akad, atau memastikan tidak ada indikasi paksaan dalam komunikasi daring.
- Dokumentasi yang Lengkap:
- Seluruh proses akad nikah daring sebaiknya direkam (audio dan visual) sebagai bukti otentik jika di kemudian hari timbul perselisihan atau keraguan.
- Persetujuan Para Pihak dan Otoritas:
- Pelaksanaan akad nikah daring sebaiknya mendapatkan persetujuan dari instansi terkait (misalnya KUA di Indonesia) dan juga kesepakatan dari seluruh pihak yang terlibat (mempelai, wali, saksi) mengenai teknis pelaksanaannya.
Penjelasan Cara Menjawab Potensi Masalah:
Kriteria-kriteria di atas secara langsung menjawab potensi masalah:- Kualitas audio-visual yang prima dan kehadiran saksi yang mampu melihat/mendengar jelas memastikan bahwa syarat "menyaksikan" terpenuhi dan tidak ada gharar dalam penglihatan/pendengaran.
- Penekanan pada kejelasan sighat dan minimalisasi gangguan teknis menjawab kekhawatiran terhadap keabsahan ijab kabul.
- Verifikasi identitas yang kuat dan konfirmasi kerelaan menjawab risiko pemalsuan identitas dan ketidakrelaan.
- Rekaman menjadi bukti otentik yang dapat digunakan untuk menyelesaikan perselisihan.
- Kehadiran Saksi yang Mampu Menyaksikan dan Mendengar dengan Jelas:
Soal 3 (Tingkat Evaluasi & Penciptaan – Fiqh Jinayat)
Seorang remaja berinisial R terpengaruh oleh konten negatif di media sosial dan melakukan perundungan siber (cyberbullying) terhadap temannya, S. Perundungan tersebut berupa penyebaran rumor palsu, hinaan verbal yang menyakitkan, dan ancaman melalui platform media sosial. Akibat perundungan tersebut, S mengalami depresi berat, menarik diri dari pergaulan, dan prestasinya menurun drastis. Kasus ini kemudian dilaporkan ke pihak sekolah dan berpotensi dibawa ke ranah hukum.
Pertanyaan:
Berdasarkan prinsip-prinsip Fiqh Jinayat, evaluasilah tingkat kesalahan R dan dampak perbuatannya. Kemudian, ciptakanlah sebuah solusi alternatif yang bersifat edukatif dan preventif dari sudut pandang Fiqh Akhlak dan Fiqh Jinayat yang dapat diterapkan oleh pihak sekolah untuk memberikan efek jera yang mendidik bagi R dan mencegah terulangnya perbuatan serupa di kalangan siswa lainnya.
Analisis Soal:
Soal ini menguji kemampuan siswa untuk:
- Mengevaluasi: Menilai kesalahan R dan dampak perbuatannya berdasarkan standar hukum Islam dan etika.
- Menciptakan: Merumuskan solusi yang inovatif, menggabungkan prinsip fikih jinayat dan akhlak untuk tujuan edukasi dan pencegahan.
Pembahasan dan Kunci Jawaban:
-
Evaluasi Tingkat Kesalahan R dan Dampak Perbuatannya:
- Tingkat Kesalahan R:
- Dari sudut pandang Fiqh Jinayat, perbuatan R termasuk dalam kategori jarimah (tindak pidana) yang menimbulkan kerugian fisik dan mental pada orang lain. Penyebaran rumor palsu dan hinaan verbal dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik atau fitnah. Ancaman juga merupakan pelanggaran. Perbuatan ini melanggar larangan menyakiti orang lain (adh-dharar), dilarang berbohong, dan berbuat aniaya.
- Meskipun tidak ada kekerasan fisik langsung, dampak psikologis yang ditimbulkan oleh cyberbullying sangat serius dan dapat dikategorikan sebagai menyakiti jiwa.
- Pengaruh media sosial tidak menghapuskan tanggung jawab pidana individu yang telah mencapai usia baligh dan berakal.
- Dampak Perbuatannya:
- Dampak pada S: Depresi berat, isolasi sosial, penurunan prestasi, trauma psikologis.
- Dampak pada R: Potensi sanksi hukum, rusaknya reputasi, beban moral, dan siksaan batin jika tidak bertaubat.
- Dampak pada Lingkungan Sekolah: Menciptakan iklim yang tidak aman, menurunkan rasa percaya antar siswa, dan merusak citra sekolah.
- Tingkat Kesalahan R:
-
Solusi Alternatif Edukatif dan Preventif:
Solusi ini menggabungkan prinsip Fiqh Jinayat (sanksi yang mendidik) dan Fiqh Akhlak (pembentukan karakter).-
Tingkat Edukasi dan Preventif:
-
Program Rehabilitasi Berbasis Nilai Islam:
- Pendekatan Individual dengan R:
- Taubatan Nasuha: Fasilitasi R untuk memahami kesalahannya secara mendalam, menyesalinya, dan bertekad untuk tidak mengulanginya. Ini bisa difasilitasi oleh guru BK atau pembimbing agama dengan pendekatan yang lembut namun tegas.
- Pendidikan Etika Digital: Memberikan pemahaman mendalam tentang adab bermedia sosial dalam Islam, larangan fitnah, ghibah, namimah, dan bahaya ujaran kebencian.
- Fokus pada Dampak Sosial: Meminta R untuk mempelajari dampak nyata dari perundungan siber, baik bagi korban maupun pelaku, dari berbagai sumber (termasuk testimoni jika memungkinkan, dengan menjaga privasi korban).
- Tugas Konstruktif: Menugaskan R untuk membuat karya (misalnya poster digital, video pendek, esai) yang mengkampanyekan anti-perundungan siber dengan pesan-pesan Islami.
- Pendekatan Kolektif untuk Seluruh Siswa:
- Kampanye Sekolah "Sakinah Digital": Mengadakan seminar, workshop, atau lomba pembuatan konten positif bertema "Aman dan Berkah di Dunia Maya" yang melibatkan seluruh siswa.
- Pembentukan "Duta Akhlak Digital": Memilih siswa-siswa yang berintegritas untuk menjadi agen perubahan dalam mempromosikan etika digital di kalangan teman sebaya.
- Penguatan Materi Fikih Akhlak: Memasukkan materi adab bermedia sosial secara lebih mendalam dalam kurikulum Fikih atau mata pelajaran terkait.
- Simulasi dan Studi Kasus: Menggunakan simulasi kasus perundungan siber (yang sudah disamarkan) untuk dibahas dan dicari solusinya bersama-sama.
- Pendekatan Individual dengan R:
-
Sanksi Edukatif (di luar hukuman formal jika memungkinkan):
- Mediasi dan Rekonsiliasi: Memfasilitasi pertemuan antara R dan S (jika S bersedia dan merasa aman) untuk proses mediasi. R harus menyampaikan permintaan maaf yang tulus dan berjanji untuk mengganti kerugian yang dialami S (dalam bentuk dukungan moril atau bantuan lain yang relevan, bukan kompensasi materi semata jika tidak memungkinkan).
- Pelayanan Masyarakat Virtual yang Positif: Jika memungkinkan, R dapat diarahkan untuk membantu mengelola akun media sosial sekolah yang positif, atau membuat konten edukatif tentang literasi digital di bawah pengawasan guru.
-
-
Tujuan Solusi: Solusi ini bertujuan untuk tidak hanya menghukum R, tetapi juga merehabilitasinya, mendidiknya, dan mencegah perbuatan serupa terjadi lagi di sekolah. Ini sejalan dengan prinsip Islam bahwa sanksi harus memiliki unsur ta’dib (pendidikan) dan islah (perbaikan).
-
Penutup
Soal-soal HOTS Fikih dirancang untuk mendorong siswa berpikir lebih dalam dan kritis terhadap materi pelajaran. Dengan memahami contoh-contoh soal dan cara pembahasannya, diharapkan siswa dapat mempersiapkan diri dengan lebih baik dalam menghadapi evaluasi pembelajaran. Lebih dari itu, kemampuan berpikir kritis ini akan membekali siswa untuk menjadi pribadi Muslim yang cerdas, adaptif, dan mampu memberikan kontribusi positif bagi masyarakat di tengah kompleksitas tantangan zaman. Ingatlah, Fikih bukan hanya sekadar aturan, tetapi panduan hidup yang dinamis dan relevan untuk setiap zaman.
Tinggalkan Balasan